Jumat, 29 Oktober 2010

Kisah Si Pemalas Dengan Abu Hanifah

Suatu hari ketika Imam Abu Hanifah sedang berjalan-jalan melalui sebuah rumah yang jendelanya masih terbuka, terdengar oleh beliau suara orang yang mengeluh dan menangis tersedu-sedu. Ia mengeluh sambil berkata, "Aduhai, alangkah malangnya nasibku ini, agaknya tidak seorang pun yang lebih malang dari nasibku yang celaka ini. Sejak dari pagi belum makan sesuap nasi atau makanan pun di kerongkongku hingga seluruh badanku menjadi lemah lunglai. Oh, manakah hati yang belas kasihan yang sudi memberi curahan air walaupun setitik."

Mendengar keluhan itu, Abu Hanifah berasa kasihan lalu beliau pun kembali ke rumahnya dan mengambil bungkusan hendak diberikan kepada orang itu. Ketika dia sampai ke rumah orang itu, dia terus melemparkan bungkusan yang berisi uang kepada si malang tadi lalu meneruskan perjalanannya. Si malang merasa terkejut setelah mendapati sebuah bungkusan yang tidak diketahui dari mana datangnya, lantas dia tergesa-gesa membukanya. Setelah dibuka, ternyata bungkusan itu berisi uang dan secarik kertas yang bertulis, " Hai manusia, sungguh tidak wajar kamu mengeluh sedemikian itu, kamu tidak perlu mengeluh tentang nasibmu. Ingatlah kepada kemurahan Allah dan cobalah memohon kepada-Nya dengan bersungguh-sungguh. Jangan suka berputus asa, hai kawan, tetapi berusahalah terus."

Pada keesokan harinya, Imam Abu Hanifah melalui lagi rumah itu dan suara keluhan itu kedengaran lagi, "Ya Allah Tuhan Yang Maha Belas Kasihan dan Pemurah, sudilah kiranya memberikan bungkusan lain seperti kemarin, sekedar untuk menyenangkan hidupku yang melarat ini. Sungguh jika Tuhan tidak beri, akan lebih sengsaralah hidupku."
Mendengar keluhan itu lagi, maka Abu Hanifah pun lalu melemparkan lagi bungkusan berisi uang dan secarik kertas dari luar jendela itu, lalu dia pun meneruskan perjalanannya. Orang itu terlalu riang mendapat bungkusan itu. Lantas terus membukanya.

Seperti kemarin juga, di dalam bungkusan itu tetap ada kertas lalu dibacanya, "Hai kawan, bukan begitu cara bermohon, bukan demikian cara berikhtiar dan berusaha. Perbuatan demikian 'malas' namanya. Putus asa kepada kebenaran dan kekuasaan Allah. Sungguh tidak ridho Tuhan melihat orang pemalas dan putus asa, tidak mau bekerja untuk keselamatan dirinya. Jangan….jangan berbuat demikian. Hendaklah senang pada bekerja dan berusaha kerana kesenangan itu tidak mungkin datang sendiri tanpa dicari atau diusahakan. Orang hidup tidak disuruh duduk diam tetapi harus bekerja dan berusaha. Allah tidak akan perkenankan permohonan orang yang malas bekerja. Allah tidak akan menggabulkan doa orang yang berputus asa. Sebab itu, carilah pekerjaan yang halal untuk kesenangan dirimu. Berikhtiarlah sedapat mungkin dengan pertolongan Allah. Insya Allah, akan dapat juga pekerjaan itu selama kamu tidak berputus asa. Nah…carilah segera pekerjaan, saya doakan lekas berjaya."

Setelah selesai membaca surat itu, dia termenung, dia insaf dan sadar akan kemalasannya yang selama ini dia tidak mau berikhtiar dan berusaha.
Pada keesokan harinya, dia pun keluar dari rumahnya untuk mencari pekerjaan. Sejak hari itu, sikapnya pun berubah mengikuti peraturan-peraturan hidup (Sunnah Tuhan) dan tidak lagi melupakan nasihat orang yang memberikan nasihat itu.
Dalam Islam tidak ada istilah pengangguran, istilah ini hanya digunakan oleh orang yang berakal sempit. Islam mengajarkan kita untuk maju ke depan dan bukan mengajarkan kita berpangku tangan.

0 komentar:

Posting Komentar

Share