Kalimat Insya Allah adalah kalimat yang tidak asing lagi ditelinga umat islam, bahkan akhir-akhir ini juga diucapkan oleh orang-orang non muslim. Kalimat Insya Allah memang satu-satunya kalimat yang tepat ketika kita akan berjanji kepada orang lain. Namun ironinya kalimat ini sering dijadikan pertanda ketidak seriusan orang yang mengucapkan janjinya, sehingga kalimat ini menjadi indikasi bagi seseorang yang tidak beritikad baik. Kita sering diingatkan oleh orang yang kita janjikan sesuatu, ketika kita bilang "Insya Allah", dia bilang "jangan Insya Allah ! bilang pasti dong". Alasannya kalau Insya Allah berarti kurang yakin dan hanya sedikit keinginan untuk memenuhi janji kita. Kalau kata Pasti itu mewakili keyakinan dan kesungguhan. lalu apa sebenarnya kalimat Insya Allah ini?
Dalam buku tarjamah kitab Rukhshiyah oleh KH. Syadzirin Amin halaman 7 disebutkan, Insya Allah adalah kalimat yang sangat tepat diucapkan oleh umat Islam dalam menjanjikan sesuatu kepada umat Islam sendiri maupun kepada umat lainnya. Kita menyadari bahwa kesanggupan seseorang dalam menunaikan tugas apapun, tidak bisa lepas dari kehendak Allah. Sehingga sangat tidak tepat kalau umat Islam mengucapkan janji kepada orang lain dengan hanya kata “besok pagi” apalagi dengan “pasti”, kecuali diawali dengan “Insya Allah”. Untuk menyikapi kesalahkaprahan ini, sebaiknya kita mengucapkan "Insya Allah, Pasti saya akan ……", ketika kita berjanji. Insya Allah sebagai wujud kepasrahan kita kepada Allah, sedangkan kalimat pasti sebagai bentuk keseriusan kita untuk menunaikannya.
Segala sesuatu yang berkaitan dengan masa yang akan datang sebaiknya dikaitkan dengan insya Allah (kehendak Allah), karena Allah berfirman,
وَلاَتَقُولَنَّ لِشَيْءٍ إِنِّي فَاعِلٌ ذَلِكَ غَدًا {23} إِلآ أَن يَشَآءَ اللهُ وَاذْكُر رَّبَّكَ إِذَا نَسِيتَ وَقُلْ عَسَى أَن يَهْدِيَنِي رَبِّي لأَقْرَبَ مِنْ هَذَا رَشَدًا {24
“Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan terhadap sesuatu, ‘Sesungguhnya kau akan mengerjakan itu besok pagi’, kecuali (dengan menyebut), ‘Insya-Allah’. Dan ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa dan katakanlah, ‘Mudah-mudahan Tuhanku akan memberi petunjuk kepada yang lebih dekat kebenarannya daripada ini” (QS. Al-Kahfi: 23-24)
Menurut riwayat, ada beberapa orang Quraisy bertanya kepada Nabi Muhammad SAW tentang roh, kisah ashhabul kahfi (penghuni gua) dan kisah Dzulqarnain lalu beliau menjawab, datanglah besok pagi kepadaku agar aku ceritakan. Dan beliau tidak mengucapkan “insya Allah” (artinya jika Allah menghendaki). Tapi kiranya sampai besok harinya wahyu terlambat datang untuk menceritakan hal-hal tersebut dan Nabi tidak dapat menjawabnya. Maka turunlah ayat 23-24 di atas, sebagai pelajaran kepada Nabi; Allah mengingatkan pula bilamana Nabi lupa menyebut “Insya Allah” haruslah segera menyebutkannya kemudian.
Adapun sesuatu yang telah terjadi tidak perlu dikaitkan dengan kehendak Allah, kecuali jika maksudnya untuk beralasan.
Misalnya, jika ada seseorang berkata kepadamu bahwa bulan Ramadhan tahun ini dimulai pada malam Ahad insya Allah. Maka sebenarnya kita tidak perlu mengucapkan insya Allah, karena Ramadhan telah berlalu dan sudah diketahui. Jika seseorang berkata,
“Kamu memakai pakaianku insya Allah” sedangkan dia memang memakainya, maka sebaiknya tidak perlu mengucapkan insya Allah, karena itu sesuatu yang telah berlalu dan selesai, kecuali jika tujuannya adalah untuk beralasan atau dia memakainya atas kehendak Allah, maka ini tidak apa-apa.
Jika seseorang berkata ketika sudah selesai shalat, “Saya sudah shalat insya Allah”, jika dia bermaksud tindakan shalatnya, maka sebenarnya tidak perlu karena dia telah melaksanakannya, tetapi jika yang dia maksudkan adalah shalat yang makbul, maka sah-sah saja dia mengatakan insya Allah, karena dia tidak tahu apakah shalatnya diterima atau tidak diterima.
Sumber: 1. http://konsultasisyariah.com/mengatakan-insya-allah
2. http://tanbihun.com/tasawwuf/tasawuf/kenapa-insya-allah/
0 komentar:
Posting Komentar