03 Juli 2015

Membedah Kesalahan di Bulan Ramadhan

#copas
#BerbagiKebaikan

๐Ÿƒ๐ŸŽพSukses Ramadhan๐ŸŽพ๐Ÿƒ
SBR/08/AHQ-IHQ๐ŸŒด/ODOJ

ุจِุณْู…ِ ุงู„ู„ّู‡ِ ุงู„ุฑَّุญْู…ู€َู†ِ ุงู„ุฑَّุญِูŠู…ِ

Berikut adalah beberapa kesalahan yang dilakukan di bulan Ramadhan yang tersebar luas di tengah-tengah kaum muslimin. Semoga dengan mengetahui hal ini, kita dapat membetulkan kekeliruan yang selama ini terjadi.

๐Ÿƒ1. Mengkhususkan Ziarah Kubur Menjelang Ramadhan
Tidaklah tepat ada yang meyakini bahwa menjelang bulan Ramadhan adalah waktu utama untuk menziarahi kubur orang tua atau kerabat (yang dikenal dengan “nyadran”). Kita boleh setiap saat melakukan ziarah kubur agar hati kita semakin lembut karena mengingat kematian. Namun masalahnya adalah jika seseorang mengkhususkan ziarah kubur pada waktu tertentu dan meyakini bahwa menjelang Ramadhan adalah waktu utama untuk nyadran atau nyekar. Ini sungguh suatu kekeliruan karena tidak ada dasar dari ajaran Islam yang menuntunkan hal ini.

๐Ÿƒ2. Padusan, Mandi Besar, atau Keramasan Menyambut Ramadhan
Tidaklah tepat amalan sebagian orang yang menyambut bulan Ramadhan dengan mandi besar atau keramasan terlebih dahulu. Amalan seperti ini juga tidak ada tuntunannya sama sekali dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lebih parahnya lagi mandi semacam ini (yang dikenal dengan “padusan”) ada juga yang melakukannya campur baur laki-laki dan perempuan dalam satu tempat pemandian. Ini sungguh merupakan kesalahan yang besar karena tidak mengindahkan aturan Islam. Bagaimana mungkin Ramadhan disambut dengan perbuatan yang bisa mendatangkan murka Allah?!

๐Ÿƒ3. Menetapkan Awal Ramadhan dengan Hisab
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ุฅِู†َّุง ุฃُู…َّุฉٌ ุฃُู…ِّูŠَّุฉٌ ، ู„ุงَ ู†َูƒْุชُุจُ ูˆَู„ุงَ ู†َุญْุณِุจُ ,ุงู„ุดَّู‡ْุฑُ ู‡َูƒَุฐَุง ูˆَู‡َูƒَุฐَุง

”Sesungguhnya kami adalah umat ummiyah. Kami tidak mengenal kitabah (tulis-menulis) dan tidak pula mengenal hisab. Bulan itu seperti ini (beliau berisyarat dengan bilangan 29) dan seperti ini (beliau berisyarat dengan bilangan 30).” (HR. Bukhari dan Muslim).

Ibnu Bazizah mengatakan,”Madzhab ini (yang menetapkan awal ramadhan dengan hisab) adalah madzhab bathil dan syari’at ini telah melarang mendalami ilmu nujum (hisab) karena ilmu ini hanya sekedar perkiraan (dzon) dan bukanlah ilmu yang pasti (qoth’i) atau persangkaan kuat. Maka seandainya suatu perkara (misalnya penentuan awal ramadhan, pen) hanya dikaitkan dengan ilmu hisab ini maka agama ini akan menjadi sempit karena tidak ada yang menguasai ilmu hisab ini  kecuali sedikit sekali.” (Fathul Bari).

๐Ÿƒ4. Mendahului Ramadhan dengan Berpuasa Satu atau Dua Hari Sebelumnya
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,

ู„ุงَ ูŠَุชَู‚َุฏَّู…َู†َّ ุฃَุญَุฏٌ ุงู„ุดَّู‡ْุฑَ ุจِูŠَูˆْู…ٍ ูˆَู„ุงَ ูŠَูˆْู…َูŠْู†ِ ุฅِู„ุงَّ ุฃَุญَุฏٌ ูƒَุงู†َ ูŠَุตُูˆู…ُ ุตِูŠَุงู…ًุง ู‚َุจْู„َู‡ُ ูَู„ْูŠَุตُู…ْู‡ُ

“Janganlah kalian mendahului Ramadhan dengan berpuasa satu atau dua hari sebelumnya, kecuali bagi seseorang yang terbiasa mengerjakan puasa pada hari tersebut maka puasalah.” (HR. Tirmidzi dan dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih wa Dho’if Sunan Nasa’i)
Pada hari tersebut juga dilarang untuk berpuasa karena hari tersebut adalah hari yang meragukan. Dan Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,

ู…َู†ْ ุตَุงู…َ ุงู„ْูŠَูˆْู…َ ุงู„َّุฐِูŠ ูŠُุดَูƒُّ ูِูŠู‡ِ ูَู‚َุฏْ ุนَุตَู‰ ุฃَุจَุง ุงู„ْู‚َุงุณِู…ِ ุตَู„َّู‰ ุงู„ู„َّู‡ُ ุนَู„َูŠْู‡ِ ูˆَุณَู„َّู…َ

”Barangsiapa berpuasa pada hari yang diragukan maka dia telah mendurhakai Abul Qasim (yaitu Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam, pen).” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi, dikatakan shahih oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih wa Dho’if Sunan Tirmidzi)

๐Ÿƒ5. Melafazhkan Niat “Nawaitu Shouma Ghodin”
Sebenarnya tidak ada tuntunan sama sekali untuk melafazhkan niat semacam ini karena tidak adanya dasar dari perintah atau perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, begitu pula dari para sahabat. Letak niat sebenarnya adalah dalam hati dan bukan di lisan. An Nawawi rahimahullah –ulama besar dalam Madzhab Syafi’i- mengatakan,


ู„ุง ูŠَุตِุญُّ ุงู„ุตَّูˆْู…َ ุฅِู„َّุง ุจِุงู„ู†ِّูŠَّุฉِ ูˆَู…َุญَู„ُّู‡َุง ุงู„ู‚َู„ْุจُ ูˆَู„َุง ูŠُุดْุชَุฑَุทُ ุงู„ู†ُّุทْู‚ُ ุจِู„ุงَ ุฎِู„َุงูٍَ

“Tidaklah sah puasa seseorang kecuali dengan niat. Letak niat adalah dalam hati, tidak disyaratkan untuk diucapkan dan pendapat ini tidak terdapat perselisihan di antara para ulama.” (Rowdhotuth Tholibin, I/268, Mawqi’ul Waroq-Maktabah Syamilah)

๐Ÿƒ6. Membangunkan Sahur... Sahur
Sebenarnya Islam sudah memiliki tatacara sendiri untuk menunjukkan waktu bolehnya makan dan minum yaitu dengan adzan pertama sebelum adzan shubuh. Sedangkan adzan kedua ketika adzan shubuh adalah untuk menunjukkan diharamkannya makan dan minum. Inilah cara untuk memberitahukan pada kaum muslimin bahwa masih diperbolehkan makan dan minum dan memberitahukan berakhirnya waktu sahur. Sehingga tidak tepat jika membangunkan kaum muslimin dengan meneriakkan sahur ... sahur .... baik melalui speaker atau pun datang ke rumah-rumah seperti mengetuk pintu. Cara membangunkan seperti ini sungguh tidak ada tuntunannya sama sekali dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga tidak pernah dilakukan oleh generasi terbaik dari ummat ini.

๐Ÿƒ7. Pensyariatan Waktu Imsak (Berhenti makan 10 atau 15 menit sebelum waktu shubuh)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,

ูƒُู„ُูˆุง ูˆَุงุดْุฑَุจُูˆุง ูˆَู„ุงَ ูŠَู‡ِูŠุฏَู†َّูƒُู…ُ ุงู„ุณَّุงุทِุนُ ุงู„ْู…ُุตْุนِุฏُ ูَูƒُู„ُูˆุง ูˆَุงุดْุฑَุจُูˆุง ุญَุชَّู‰ ูŠَุนْุชَุฑِุถَ ู„َูƒُู…ُ ุงู„ุฃَุญْู…َุฑُ

“Makan dan minumlah. Janganlah kalian menjadi takut oleh pancaran sinar (putih) yang menjulang. Makan dan minumlah sehingga tampak bagi kalian warna merah.” (HR. Tirmidzi, Abu Daud, Ibnu Khuzaimah). Maka hadits ini menjadi dalil bahwa waktu imsak (menahan diri dari makan dan minum) adalah sejak terbit fajar shodiq –yaitu ketika adzan shubuh dikumandangkan- dan bukanlah 10 menit sebelum adzan shubuh. Inilah yang sesuai dengan petunjuk Allah dan Rasul Nya.

๐Ÿƒ8. Do’a Ketika Berbuka “Allahumma Laka Shumtu”
Do’a yang dianjurkan ketika berbuka adalah,

ุฐَู‡َุจَ ุงู„ุธَّู…َุฃُ ูˆَุงุจْุชَู„َّุชِ ุงู„ْุนُุฑُูˆู‚ُ ูˆَุซَุจَุชَ ุงู„ุฃَุฌْุฑُ ุฅِู†ْ ุดَุงุกَ ุงู„ู„َّู‡ُ

“Dzahabazh zhoma-u wabtallatil ‘uruqu wa tsabatal ajru insya Allah (artinya: Rasa haus telah hilang dan urat-urat telah basah, dan pahala telah ditetapkan insya Allah)”
(HR. Abu Daud)

๐Ÿƒ9. Dzikir Jama’ah dengan Dikomandoi dalam Shalat Tarawih dan Shalat Lima Waktu
Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah tatkala menjelaskan mengenai dzikir setelah shalat, “Tidak diperbolehkan para jama’ah membaca dizkir secara berjama’ah. Akan tetapi yang tepat adalah setiap orang membaca dzikir sendiri-sendiri tanpa dikomandai oleh yang lain. Karena dzikir secara berjama’ah (bersama-sama) adalah sesuatu yang tidak ada tuntunannya dalam syari’at Islam yang suci ini.” (Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, 11/189).

๐Ÿƒ10. “Ash Sholaatul Jaami’ah” untuk Menyeru Jama’ah dalam Shalat Tarawih
Ulama-ulama hanabilah berpendapat bahwa tidak ada ucapan untuk memanggil jama’ah dengan ucapan “Ash Sholaatul Jaami’ah”. Menurut mereka, ini termasuk perkara yang diada-adakan (baca: bid’ah). (Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah)

๐Ÿƒ11. Bubar Terlebih Dahulu Sebelum Imam Selesai Shalat Malam
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ุฅِู†َّู‡ُ ู…َู†ْ ู‚َุงู…َ ู…َุนَ ุงู„ุฅِู…َุงู…ِ ุญَุชَّู‰ ูŠَู†ْุตَุฑِูَ ูƒُุชِุจَ ู„َู‡ُ ู‚ِูŠَุงู…ُ ู„َูŠْู„َุฉً

“Siapa yang shalat bersama imam sampai ia selesai, maka ditulis untuknya pahala qiyam satu malam penuh.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi)

Jika imam melaksanakan shalat tarawih ditambah shalat witir, makmum pun seharusnya ikut menyelesaikan bersama imam. Itulah yang lebih tepat.

๐Ÿƒ12. Perayaan Nuzulul Qur’an
Perayaan Nuzulul Qur’an sama sekali tidak pernah dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, juga tidak pernah dicontohkan oleh para sahabat. Para ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah mengatakan,

ู„َูˆْ ูƒَุงู†َ ุฎَูŠุฑْุงً ู„َุณَุจَู‚ُูˆْู†َุง ุฅِู„َูŠْู‡ِ

“Seandainya amalan tersebut baik, tentu mereka (para sahabat) sudah mendahului kita untuk melakukannya.

๐Ÿƒ13. Membayar Zakat Fithri dengan Uang
Syaikh Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz mengatakan, “Seandainya mata uang dianggap sah dalam membayar zakat fithri, tentu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam akan menjelaskan hal ini.

Team Syiar Ramadhan
AHQ - IHQ๐ŸŒด
Majelis Keluarga Qur'ani
๐Ÿƒ๐Ÿ๐Ÿƒ๐Ÿ ODOJ ๐Ÿ๐Ÿƒ๐Ÿ๐Ÿƒ

Semoga bermanfaat.

0 komentar:

Posting Komentar

Share